Di
waktu shubuh, ku terima putusan akan lulusnya dalam suatu perjalanan jangka panjang tak abadi. Namun, tak
dapat dipungkiri tatkala halangan tak dapat ditolak tuk bertamu. Setelah reda
agaknya sang malas malah bertamu, naas dengan berat hati harus ku tolak kata lulus.
Terima kasih
atas peluang yang telah diberikan. Akan tetapi mohon maaf, sungguh dengan berat
hati dan tanpa mengurangi rasa hormat, saya tak dapat ikut dalam langkah awal sekalipun. Sekali lagi saya
mohon maaf.
Terlanjur
bimbang hati tuk meneruskan kalimat tersebut pada satu pihak pemutus. Maka
terlebih dahulu ku sampaikan pada seorang baru yang ku percaya. Anehnya, dia
termasuk baru dalam benakku. Ketika ku sunyi dalam tangis pun tak sekalipun ia
terbayang. "Ah... Mungkin sudah saatnya ku membuka diri padanya."
Akhirnya
ku ungkapkan alasanku menghilang belakangan ini. Tapi, tidak sepenuhnya ku
curahkan semua cerita ku padanya. Ku pikir separuh dulu saja, jika saatnya tiba
akan ku ungkapkan semuanya, mungkin.
Tapi,
kegusaran menghantui ku. Entah mengapa diri ini begitu terikat dengan pandangan
orang. Ya, sudut pandang orang yang beragam kerap menjadi pemikiran yang utama
bagiku dengan tanpa rasa suudzon.
Akhirnya
ku beritahu akan apa yang ingin dan bagaimana kegusaran itu pada superior tersebut.
"Tidak
apa-apa absen dari agenda tersebut. Tetap lanjutkan. Jangan mudah mengatakan
mengundurkan diri dan menyerah begitu saja karena proses baru dimulai." Jawabnya.
Begitu
membekas dalam benak "Jangan mudah mengatakan menyerah " itu yang ku
dapat. Akhirnya kegusaran yang menghantui itu terjawab. Ya, akan ku coba
berlayar dalam samudera untuk yang kedua kalinya. Namun, kali ini aku takkan
terikat tu selamanya hanya kurang lebih 360 hari saja. Semoga kapal yang ku
nahkodai layarnya dapat ku tegakan dengan kokoh.
~berantai~
~berantai~
Comments
Post a Comment