Hukum Syara dan Pembagiannya
Menurut usuliyyin, mahkum fih adalah obyek hukum, yaitu perbuatan seorang mukallaf yang terkait dengan perintah syar’i (Allah dan Rasulnya).
Adapun menurut ulama ushul fiqih, mahkum diartikan sebagai obyek hukum meliputi perbuatan seorang mukallaf yang terkait dengan perintah syar’i baik yang bersifat tuntutan mengerjakan, tuntutan meninggalkan, memilih sesuatu pekerjaan dan yang bersifat syarat sebab, halangan, azimah, rukhsah, sah dan batal.
B. Syarat-syarat mahkum fih diantaranya:
- Mukallaf mengetahui perbuatan yang akan dilakukan, sehingga tujuannya jelas dan dapat dilaksanalan.
- Mukallaf harus mengetahui sumber taklif, supaya mengetahui bahwa tuntutan itu dari Allah, sehingga melaksanakannya berdasrkan ketaatan dengan tujuan melaksanakannya karena Allah semata.
- Perbuatan harus mungkin untuk dilaksanakan atau ditinggalkan dengan catatan:
- Tidak sah suatu tuntutan yang dinyatakan untuk dikerjakan atau ditinggalkan baik berdasarkan dzatnya ataupun tidak.
- Tidak sah hukumnya seseorang melakukan perbuatan yang ditaklifkan untuk dan atas nama orang lain.
- Tidak sah tuntutan yang berhubungan dengan perkara yang berhubungan dengan fitrah manusia.
- Tercapainya cara taklif tersebut.
C. Macam-Macam Mahkum Fih
Ditinjau dari keberadaannya secara
material dan syara’:
- Perbuatan yang secara material ada, tetapi tidak termasuk perbuatan yang terkait dengan syara’, seperti makan dan minum.
- Perbuatan yang secara material ada dan menjadi sebab adanya hukum syara, seperti perzinaan, pencurian dan pembunuhan.
- Perbuatan yang secara material ada dan diakui syara’ serta mengakibatkan hukum syara’ yang lain, seperti: nikah, jual beli, dan sewa menyewa.
Ditinjau dari segi hak yang terdapat
dalam perbuatan itu, yaitu:
- Semata-mata hak Allah, yaitu segala sesuatu yang menyangkut kepentingan san kemaslahatam umum tanpa kecuali.
- Hak hamba yang terkait dengan kepentingan pribadi seseorang seperti ganti rugi harta seseorang yang dirusak.
- Kompromi antara hak Allah dan hak hamba tetapu hak Allag di dalamnya lebih dominan seperti hukuman untuk tindak pidana qadzaf (menuduh orang lain berbuat zina).
- Kompromi antara hak Allah dan hak hambanya, tetalj hak hamba lebih dominan seperti qishas.
D. Contoh Mahkum Fih:
Dalam QS. Al Baqarah ayat 43
وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ
وَارْكَعُوْا مَعَ الرَّاكِعِيْنَ
“Dirikanlah shalat.”
Ayat ini menunjukan perbuatan
seorang mukallaf, yaitu tuntutqn mengerjakan shalat/kewajiban mendirikan
shalat.
Dalam QS. Al An’am ayat 151
... وَلَا تَقْتُلُوا
النَّفْسَ الَّتِيْ حَرَّمَ اللّٰهُ اِلَّا بِالْحَقِّۗ
“Jangan kamu membunuh jiwa yang
telah diharamkan oleh Allah melainkan dengan sesuatu/sebab yang benar.”
Ayat ini mengandung larangan yang
terkait dengan perbuatan mukallaf, takni larangan melakukan pembunuhan tanpa hak
itu hukumnya haram.
QS. Al Maidah ayat 5-6
“Apabila kamu hendak melakukan
shalat, maka basuhlah mukamu dqn dua tanganmu sampai siku-siku.”
Ayat ini mengandung salah satu
perbuatan seorang mukallaf, yakni salah satu syarat sahnya shalat dan berwudhu.
Al Masyaqah (Halangan)
Macam-macam Al Masyaqah:
- Masyaqah Mu’tadah, kesulitan yang mampu diatasi oleh manusia tanpa menimbulkan bahaya bagi dirinya. Kesulitan seperti ini tidak bisa dijadikan alas an untuk tidak mengerjakan taklif, karena setiap perbuatan itu tidak mungkin terlepas dari kesulitan. Contoh: Diwajibkannya adanya shalat, ini bukan bermaksud agar bada capek atau bagaimana, akan tetapi untuk melatih dirinya, diantaranya bisa mencegah perbuatan keji dan munkar.
- Musyaqah ghairu mu’tadah, yaitu suatu kesulitasn/kesusahan yang diluar kekuasaan manusia dalam mengatasinya dan akan merusak jiwanya bila dipaksakan. Allah tidak menuntut manusia untuk melakukan perbuatan yang menyebabkan kesusahan. Contoh: Puasa yang terus menerus sehingga mewajibkan selalu bangun malam untuk sahur, terdapat dalam QS. Al Baqarah ayat 105 yang artinya “Allah menghendaki kmudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu”.
Comments
Post a Comment